Banyak benda hasil olah pikir dan rasa, kearifan
masyarakat Indonesia masa lalu, yang luput dari upaya pendokumentasian. Dalam
pandangan sementara orang masa kini, masyarakat Indonesia masa lalu “sama
sekali belum mengenal teknologi”. Pandangan yang keliru itu perlu diluruskan,
dengan cara menggali kembali prestasi hidup masyarakat masa lalu dalam berbagai
bidang. Banyak catatan tersirat yang bisa dijadikan sumber acuan. Kini, catatan
harian pun telah cukup dianggap valid sebagai sumber data. Catatan fisik yang
masih banyak tersedia di lapangan, berupa peninggalan kearifan lokal,
kebudayaan fisik, artefak, maupun tradisi lama yang masih dimuliakan di sekitar
kehidupan berbau budaya asing, masih bisa dijadikan data awal untuk pendokumentasian
itu. Semua hasil pendataan awal itu bisa menjadi sumber belajar pendidikan
penghargaan.
Merebaknya benda-benda plastik, sudah bisa dipastikan,
semakin mendesak benda-benda berbahan bambu, kayu, maupun logam ringan yang
dulu pernah meraja sebagai bahan utama perkakas rumah tangga masa lalu. Wadah
air, wadah beras, wadah sayur, wadah bumbu, hingga tempat penyimpanan
pernak-pernik perkakas rumah tangga, kini, lebih didominasi benda berbahan
plastik. Revolusi plastik betul-betul telah melanda semua belahan dunia.
Manfaat dan madarat produk-produk berbahan plastik ini telah pula dituai oleh
berbagai negara pengguna perangkat berbahan murah dan praktis ini. Kekhawatiran
menumpuknya bahan unorganic ini telah pula menjadi bahan wacana serius hampir di
semua belahan dunia.
Terkait dengan kehadiran bahan-bahan plastik, satu
keterampilan baru telah muncul, yaitu keterampilan mengolah bahan plastik.
Barang-barang rumah tangga praktis banyak muncul sebagai desain baru perkakas
rumah tangga yang murah, ringan, dan cenderung gampang retak. Daur ulang
plastik bekas pun telah dilakukan menghasilkan barang yang cenderung semakin
buruk kualitas bahan dan kondisinya. Dikhawatirkan penggunaan wadah berbahan
plastik bekasyang diolah sembarangan akan menimbulkan akibat buruk untuk
kesehatan manusia dalam jangka waktu yang cukup panjang. Sejalan dengan semakin
banyaknya sisa buangan barang berbahan plastik, semakin banyak pula pemulung
yang memanfaatkan benda plastik buangan itu sebagai benda usaha mereka. Pemulung,
hampir di semua tempat, dipandang sebagai “sumber kecurigaan” bahkan “ancaman”.
Ada juga kawasan-kawasan tertentu yang sengaja dipasangi rambu-rambu preventif
juga kadang-kadang mengancam para pemulung. Di sisi lain, ada juga beberapa
kalangan yang beranggapan bahwa para pemulung adalah para pahlawan yang
membersihkan lingkungan mereka dari sampah plastik dan sejenisnya.
Salah satu peristiwa menghebohkan yang muncul terkait
dengan kekhawatiran efek samping penggunaan benda-benda berbahan plastik adalah
“heboh melamine” (tahun 2006). Kondisi barang berbahan melamin yang indah
tetapi murah-meriah, ditengarai dalam kondisi pemakaian tertentu, bisa
mendatangkan penyakit kanker. Pemberitaan di media massa telah meresahkan
masyarakat pengguna benda-benda berbahan melamine ini. Tetapi kemudian, setelah
melewati pemberitaan dan pembahasan yang lumayan panjang, ditemukan “solusi” penggunaan
melamine yang dianggap cukup aman, yaitu menghindari kondisi panas berlebihan.
Panasnya masalah hanya sekejap, ketika para kuli tinta berebut berita dan
menggelembungkan masalah agar laku dijual. Setelah sekian lama, orang mulai
lupa dengan kondisi yang pernah dianggap sangat menakutkan tersebut. Entah,
kini, setelah masalah melamin reda tanpa solusi yang melegakan, masalah seolah
tuntas begitu saja, dan masyarakat kembali menggunakan bahan-bahan melamin
dalam kondisi tenang seolah tanpa bahaya.
Tidak semua perkakas rumah tangga sepenuhnya bisa
digantikan dengan benda berbahan plastik. Masih ada sejumlah perkakas yang
tetap bertahan dengan bahan asal. Namun, berapa banyak perkakas rumah tangga
yang pernah digubah oleh leluhur kita dengan berbagai desain yang fungsional,
sangat ergonomis, dan ramah lingkungan, hilang tanpa bekas. Pendokumentasian
prestasi hidup sebagai gambaran dapatan budaya fisik jarang kita temukan.
Bersama hilangnya catatan perkakas rumah tangga masa lalu, hilang pula nama-nama
barang yang dulu pernah digunakan sehari-hari. Sekalipun telah muncul pengayaan
kosa kata baru terkait dengan nama-nama benda baru, sangat disayangkan jika
kekayaan lama hilang tanpa catatan.
Budaya berhuma, mengolah tegalan, mengurus balong (kolam
ikan besar), memasang keramba, membuat rakit, membangun jembatan bambu-gantung,
memburu binatang (jenis ikan, burung, binatang berkaki empat), dan menyadap
pohon, misalnya, telah hilang pula, lengkap beserta kosa kata nama-nama
kegiatannya. Meskipun telah muncul jenis kegiatan lengkap dengan kosa kata nama
kegiatan yang baru, misalnya dalam kegiatan mengolah sawah --pada zaman Orde
Baru, penanaman padi menjadi salah satu jenis program penyeragaman yang
dilakukan oleh Pemerintah hingga ke pelosok Papua, pada daerah tertentu
kegiatan itu telah memaksa masyarakatnya berubah total dari tradisi yang telah
sangat sesuai dengan lingkungannya. Dominasi kegiatan pariwisata, misalnya di
Bali, telah pula mendesak perilaku tradisi masyarakatnya untuk menyesuaikan
diri dengan budaya baru sekaligus mengubah, melepas, bahkan menjauhi satu demi
satu, setahap demi setahap, budaya asli miliknya.
Perilaku-perilaku comotan yang bertalian dengan
penghadiran barang dan kebiasaan baru yang asing telah mewabah di mana-mana.
Budaya makan bakso dan mie kuah, mie goreng, mie instant, kini telah mewabah
hampir ke seluruh bagian peloksok negeri ini. Perilaku makan gaya China ini,
kini, telah menjadi perilaku wajar sehari-hari hampir semua masyarakat
Indonesia. Para penjaja dan pengusaha bakwan, tekwan, bakso, bakpau, bakpia,
dan sejenisnya yang diperkirakan semua berbau budaya China, telah mengembangkan
wilayah jelajah armada dagangnya setahap demi setahap. Kita, kini, bisa
menemukan pedagang mie bakso hampir di semua peloksok desa terpencil sekalipun.
Begitupun budaya VCD, chiki, beng-beng, freshtea, aqua, fried chicken, dan
doughnut, misalnya, telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Anak-anak hampir
setiap hari mengkonsumsi makanan ringan sejenis chiki yang berharga beli sangat
murah, tetapi entah bagaimana kondisi kandungan nutrisinya. Memang, pemroduk
jenis makanan tersebut sangat pandai menarik perhatian anak-anak dengan aneka
hadiah. Sebungkus makanan rasa jagung bakar, berharga Rp 500,00, telah diisi
uang sebesar Rp 1.000,00 sebagai bonus, atau sejenis kalung dengan gantungan
tiruan liontin, atau juga kartu-kartu dan sejenis koin bergambar tokoh kartun.
Hal itu sangat mengundang minat anak-anak. Entah bagaimana efek khusus jangka
panjang konsumsi makanan penuh MSG dan bumbu penyedap “tak bertanggung jawab
nutrisi” itu bagi generasi mendatang!
Pola tawaran yang sama telah pula diterapkan untuk
konsumen orang dewasa, khususnya para perempuan, yang imbasnya juga bisa sampai
kepada anak-anak. Ada sabun mandi yang “katanya” diisi kalung atau cincin emas
sebagai bonus bagi yang beruntung mendapatkannya. Ada hadiah berupa uang atau
barang yang “janjinya” diterakan di dalam kemasan barang. Ada hadiah yang bisa
diraih dengan cara mengumpulkan kemasan barang. Ada juga yang lebih
“demokratis” dengan cara menuliskan keinginan jenis hadiahnya. Atau, ada juga
yang menjanjikan kunjungan para selebritis penjaja produk kepada mereka yang
mendapatkan hadiah. Bahkan, begitu banyak tawaran hadiah yang di luar
nalar-ekonomis, misalnya janji hadiah mobil untuk konsumen barang yang tidak
seberapa harganya. Berbagai cara dilakukan orang untuk mengikat para konsumen
dengan produk yang mereka tawarkan. Semua gaya dagang tersebut telah membunuh
gaya dagang pasar tradisional yang adem-adem saja.
Mimpi-mimpi telah disebar di seluruh sudut ruang
keseharian manusia: lewat koran, majalah, tabloid, selebaran, poster, spanduk,
baliho, radio, televisi, handphone (SMS, MMS, EMS), bahkan internet. Mimpi itu
telah lama menguasai pikiran bangsa Indonesia. Mereka telah “merasa seperti
orang asing” yang sehari-hari makan pizza, fried chicken, sukiyaki, coca cola,
dan hidup dalam lingkungan ruangan ber-AC, bersofa gaya Itali, kamar gaya
Spanyol, dan dapur gaya Perancis. Semua kebanggaan itu, semua mimpi itu, telah
merampas sebagian besar kegeniusan pikiran bangsa kita. Semuanya telah mulai
memadamkan pikiran-pikiran penggubahan yang --dulu-- selalu muncul sebagai
respons positif terhadap kondisi lingkungan. Sementara itu, di sekolah pun,
para guru sangat jarang yang peduli untuk mengajak para siswanya melihat dengan
jernih apa yang pernah menjadi kekayaan pikir bangsanya, karena para guru pun
telah terkontaminasi mimpi-mimpi menyenangkan tentang budaya milik orang asing
itu. Terlebih, pemerintah pun --yang pada dasarnya bisa memaksakan suatu
kebaikan lewat aneka peraturan dan tuntutan, seperti memasukkan masalah korupsi
ke dalam materi ajar baru-baru ini-- tak begitu peduli dengan pendidikan
penghargaan dalam kurikulum.
PENTINGNYA PENGHARGAAN DALAM MENGELOLA
PEMBELAJARAN
Sama hal-halnya seperti
pembahasan di atas tentang pentingnya penghargaan , di dalam pembelajaran
bahasa indonesia pun bahkan di semua bidang pembelajaran pemberian penghargaan
adalah salah satu hal yang paling manjur untuk memotivasi para peserta didik.
Maka, tidak salah bila
pujian yang merupakan penghargaan menjadi salah satu bentuk alat pendidikan
yang mampu memberikan motivasi belajar bagi siswa. Manakala seorang siswa
mendapatkan penghargaan karena dia berprestasi, tentu semangat belajarnya pun
akan meningkat, karena keinginan untuk mempertahankan dan menaikkan prestasi
belajarnya. Motivasi belajar siswa akan meningkat ketika prestasi dan kerja
keras untuk mencapai kesuksesan belajar itu diiringi penghargaan dan apresiasi
yang baik.
Karena itu, pemberian
penghargaan berupa pujian berperan sangat signifikan dalam upaya peningkatan
motivasi belajar demi tercapainya keberhasilan pendidikan. Dan hal itu akan
memberikan semangat bagi anak terhadap pekerjaan dan prestasi baik yang telah
dilakukannya. Dengan begitu, siswa akan bertambah semangat lagi meningkatkan
prestasinya dan termotivasi untuk mempertahankannya.
Peran Guru
Dalam pelaksanaan
pendidikan, tiap anak memiliki motivasi (dorongan/alasan) untuk melaksanakan
kegiatan. Dalam pendidikan, motivasi yang kuat memudahkan pencapaian tujuan,
karena motivasi yang kuat ini melahirkan usaha aktivitas dan minat yang benar
dalam mencapai tujuan itu. Motivasi adalah dorongan yang sangat menentukan
tingkah laku dan perbuatan manusia. Ia menjadi kunci utama dalam menafsirkan
dan melahirkan perbuatan manusia.
Peran yang demikian
menentukan ini, dalam konsep Islam disebut sebagai niyyah dan ibadah.
Niyyahmerupakan pendorong utama manusia untuk berbuat atau beramal. Sementara
ibadah adalah tujuan manusia berbuat atau beramal. Maka, perbuatan manusia
berada pada lingkaran niyyah dan ibadah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah
menjelaskan bahwa perbuatan sangat ditentukan oleh niyyah.
Peran guru sangat penting
dalam mengarahkan dan menjelaskan kepada siswa tentang fungsi dan tujuan adanya
penghargaan tersebut. Jangan sampai para siswa dalam menuntut ilmu hanya
mengharapkan penghargaan. Penghargaan hanya seperti jembatan: hanya untuk
menyeberang menuju tujuan. Dengan begitu, siswa akan paham bahwa yang
terpenting adalah bagaimana mereka belajar dengan lebih baik tanpa pamrih.
KESIMPULAN
Penghargaan dalam
kegiatan pembelajaran sangatlah penting , karena hal seperti itu sangat
memotivasi murid-murid agar belajar lebih giat lagi . manakala seorang siswa
mendapatkan penghargaan karena dia berprestasi, tentu semngat belajarnya pun
akan meningkat , untuk mempertahankan prestasinya ataupun untuk meningkatkan
prestasi yang sudah di dapatnya.