Sabtu, 18 November 2017

PENDIDIKAN PENGHARGAAN

            Banyak benda hasil olah pikir dan rasa, kearifan masyarakat Indonesia masa lalu, yang luput dari upaya pendokumentasian. Dalam pandangan sementara orang masa kini, masyarakat Indonesia masa lalu “sama sekali belum mengenal teknologi”. Pandangan yang keliru itu perlu diluruskan, dengan cara menggali kembali prestasi hidup masyarakat masa lalu dalam berbagai bidang. Banyak catatan tersirat yang bisa dijadikan sumber acuan. Kini, catatan harian pun telah cukup dianggap valid sebagai sumber data. Catatan fisik yang masih banyak tersedia di lapangan, berupa peninggalan kearifan lokal, kebudayaan fisik, artefak, maupun tradisi lama yang masih dimuliakan di sekitar kehidupan berbau budaya asing, masih bisa dijadikan data awal untuk pendokumentasian itu. Semua hasil pendataan awal itu bisa menjadi sumber belajar pendidikan penghargaan.
            Merebaknya benda-benda plastik, sudah bisa dipastikan, semakin mendesak benda-benda berbahan bambu, kayu, maupun logam ringan yang dulu pernah meraja sebagai bahan utama perkakas rumah tangga masa lalu. Wadah air, wadah beras, wadah sayur, wadah bumbu, hingga tempat penyimpanan pernak-pernik perkakas rumah tangga, kini, lebih didominasi benda berbahan plastik. Revolusi plastik betul-betul telah melanda semua belahan dunia. Manfaat dan madarat produk-produk berbahan plastik ini telah pula dituai oleh berbagai negara pengguna perangkat berbahan murah dan praktis ini. Kekhawatiran menumpuknya bahan unorganic ini telah pula menjadi bahan wacana serius hampir di semua belahan dunia.
            Terkait dengan kehadiran bahan-bahan plastik, satu keterampilan baru telah muncul, yaitu keterampilan mengolah bahan plastik. Barang-barang rumah tangga praktis banyak muncul sebagai desain baru perkakas rumah tangga yang murah, ringan, dan cenderung gampang retak. Daur ulang plastik bekas pun telah dilakukan menghasilkan barang yang cenderung semakin buruk kualitas bahan dan kondisinya. Dikhawatirkan penggunaan wadah berbahan plastik bekasyang diolah sembarangan akan menimbulkan akibat buruk untuk kesehatan manusia dalam jangka waktu yang cukup panjang. Sejalan dengan semakin banyaknya sisa buangan barang berbahan plastik, semakin banyak pula pemulung yang memanfaatkan benda plastik buangan itu sebagai benda usaha mereka. Pemulung, hampir di semua tempat, dipandang sebagai “sumber kecurigaan” bahkan “ancaman”. Ada juga kawasan-kawasan tertentu yang sengaja dipasangi rambu-rambu preventif juga kadang-kadang mengancam para pemulung. Di sisi lain, ada juga beberapa kalangan yang beranggapan bahwa para pemulung adalah para pahlawan yang membersihkan lingkungan mereka dari sampah plastik dan sejenisnya.
            Salah satu peristiwa menghebohkan yang muncul terkait dengan kekhawatiran efek samping penggunaan benda-benda berbahan plastik adalah “heboh melamine” (tahun 2006). Kondisi barang berbahan melamin yang indah tetapi murah-meriah, ditengarai dalam kondisi pemakaian tertentu, bisa mendatangkan penyakit kanker. Pemberitaan di media massa telah meresahkan masyarakat pengguna benda-benda berbahan melamine ini. Tetapi kemudian, setelah melewati pemberitaan dan pembahasan yang lumayan panjang, ditemukan “solusi” penggunaan melamine yang dianggap cukup aman, yaitu menghindari kondisi panas berlebihan. Panasnya masalah hanya sekejap, ketika para kuli tinta berebut berita dan menggelembungkan masalah agar laku dijual. Setelah sekian lama, orang mulai lupa dengan kondisi yang pernah dianggap sangat menakutkan tersebut. Entah, kini, setelah masalah melamin reda tanpa solusi yang melegakan, masalah seolah tuntas begitu saja, dan masyarakat kembali menggunakan bahan-bahan melamin dalam kondisi tenang seolah tanpa bahaya.
            Tidak semua perkakas rumah tangga sepenuhnya bisa digantikan dengan benda berbahan plastik. Masih ada sejumlah perkakas yang tetap bertahan dengan bahan asal. Namun, berapa banyak perkakas rumah tangga yang pernah digubah oleh leluhur kita dengan berbagai desain yang fungsional, sangat ergonomis, dan ramah lingkungan, hilang tanpa bekas. Pendokumentasian prestasi hidup sebagai gambaran dapatan budaya fisik jarang kita temukan. Bersama hilangnya catatan perkakas rumah tangga masa lalu, hilang pula nama-nama barang yang dulu pernah digunakan sehari-hari. Sekalipun telah muncul pengayaan kosa kata baru terkait dengan nama-nama benda baru, sangat disayangkan jika kekayaan lama hilang tanpa catatan.
            Budaya berhuma, mengolah tegalan, mengurus balong (kolam ikan besar), memasang keramba, membuat rakit, membangun jembatan bambu-gantung, memburu binatang (jenis ikan, burung, binatang berkaki empat), dan menyadap pohon, misalnya, telah hilang pula, lengkap beserta kosa kata nama-nama kegiatannya. Meskipun telah muncul jenis kegiatan lengkap dengan kosa kata nama kegiatan yang baru, misalnya dalam kegiatan mengolah sawah --pada zaman Orde Baru, penanaman padi menjadi salah satu jenis program penyeragaman yang dilakukan oleh Pemerintah hingga ke pelosok Papua, pada daerah tertentu kegiatan itu telah memaksa masyarakatnya berubah total dari tradisi yang telah sangat sesuai dengan lingkungannya. Dominasi kegiatan pariwisata, misalnya di Bali, telah pula mendesak perilaku tradisi masyarakatnya untuk menyesuaikan diri dengan budaya baru sekaligus mengubah, melepas, bahkan menjauhi satu demi satu, setahap demi setahap, budaya asli miliknya.
            Perilaku-perilaku comotan yang bertalian dengan penghadiran barang dan kebiasaan baru yang asing telah mewabah di mana-mana. Budaya makan bakso dan mie kuah, mie goreng, mie instant, kini telah mewabah hampir ke seluruh bagian peloksok negeri ini. Perilaku makan gaya China ini, kini, telah menjadi perilaku wajar sehari-hari hampir semua masyarakat Indonesia. Para penjaja dan pengusaha bakwan, tekwan, bakso, bakpau, bakpia, dan sejenisnya yang diperkirakan semua berbau budaya China, telah mengembangkan wilayah jelajah armada dagangnya setahap demi setahap. Kita, kini, bisa menemukan pedagang mie bakso hampir di semua peloksok desa terpencil sekalipun. Begitupun budaya VCD, chiki, beng-beng, freshtea, aqua, fried chicken, dan doughnut, misalnya, telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Anak-anak hampir setiap hari mengkonsumsi makanan ringan sejenis chiki yang berharga beli sangat murah, tetapi entah bagaimana kondisi kandungan nutrisinya. Memang, pemroduk jenis makanan tersebut sangat pandai menarik perhatian anak-anak dengan aneka hadiah. Sebungkus makanan rasa jagung bakar, berharga Rp 500,00, telah diisi uang sebesar Rp 1.000,00 sebagai bonus, atau sejenis kalung dengan gantungan tiruan liontin, atau juga kartu-kartu dan sejenis koin bergambar tokoh kartun. Hal itu sangat mengundang minat anak-anak. Entah bagaimana efek khusus jangka panjang konsumsi makanan penuh MSG dan bumbu penyedap “tak bertanggung jawab nutrisi” itu bagi generasi mendatang!
            Pola tawaran yang sama telah pula diterapkan untuk konsumen orang dewasa, khususnya para perempuan, yang imbasnya juga bisa sampai kepada anak-anak. Ada sabun mandi yang “katanya” diisi kalung atau cincin emas sebagai bonus bagi yang beruntung mendapatkannya. Ada hadiah berupa uang atau barang yang “janjinya” diterakan di dalam kemasan barang. Ada hadiah yang bisa diraih dengan cara mengumpulkan kemasan barang. Ada juga yang lebih “demokratis” dengan cara menuliskan keinginan jenis hadiahnya. Atau, ada juga yang menjanjikan kunjungan para selebritis penjaja produk kepada mereka yang mendapatkan hadiah. Bahkan, begitu banyak tawaran hadiah yang di luar nalar-ekonomis, misalnya janji hadiah mobil untuk konsumen barang yang tidak seberapa harganya. Berbagai cara dilakukan orang untuk mengikat para konsumen dengan produk yang mereka tawarkan. Semua gaya dagang tersebut telah membunuh gaya dagang pasar tradisional yang adem-adem saja.

            Mimpi-mimpi telah disebar di seluruh sudut ruang keseharian manusia: lewat koran, majalah, tabloid, selebaran, poster, spanduk, baliho, radio, televisi, handphone (SMS, MMS, EMS), bahkan internet. Mimpi itu telah lama menguasai pikiran bangsa Indonesia. Mereka telah “merasa seperti orang asing” yang sehari-hari makan pizza, fried chicken, sukiyaki, coca cola, dan hidup dalam lingkungan ruangan ber-AC, bersofa gaya Itali, kamar gaya Spanyol, dan dapur gaya Perancis. Semua kebanggaan itu, semua mimpi itu, telah merampas sebagian besar kegeniusan pikiran bangsa kita. Semuanya telah mulai memadamkan pikiran-pikiran penggubahan yang --dulu-- selalu muncul sebagai respons positif terhadap kondisi lingkungan. Sementara itu, di sekolah pun, para guru sangat jarang yang peduli untuk mengajak para siswanya melihat dengan jernih apa yang pernah menjadi kekayaan pikir bangsanya, karena para guru pun telah terkontaminasi mimpi-mimpi menyenangkan tentang budaya milik orang asing itu. Terlebih, pemerintah pun --yang pada dasarnya bisa memaksakan suatu kebaikan lewat aneka peraturan dan tuntutan, seperti memasukkan masalah korupsi ke dalam materi ajar baru-baru ini-- tak begitu peduli dengan pendidikan penghargaan dalam kurikulum.


PENTINGNYA PENGHARGAAN DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN

Sama hal-halnya seperti pembahasan di atas tentang pentingnya penghargaan , di dalam pembelajaran bahasa indonesia pun bahkan di semua bidang pembelajaran pemberian penghargaan adalah salah satu hal yang paling manjur untuk memotivasi para peserta didik.
Maka, tidak salah bila pujian yang merupakan penghargaan menjadi salah satu bentuk alat pendidikan yang mampu memberikan motivasi belajar bagi siswa. Manakala seorang siswa mendapatkan penghargaan karena dia berprestasi, tentu semangat belajarnya pun akan meningkat, karena keinginan untuk mempertahankan dan menaikkan prestasi belajarnya. Motivasi belajar siswa akan meningkat ketika prestasi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan belajar itu diiringi penghargaan dan apresiasi yang baik.

Karena itu, pemberian penghargaan berupa pujian berperan sangat signifikan dalam upaya peningkatan motivasi belajar demi tercapainya keberhasilan pendidikan. Dan hal itu akan memberikan semangat bagi anak terhadap pekerjaan dan prestasi baik yang telah dilakukannya. Dengan begitu, siswa akan bertambah semangat lagi meningkatkan prestasinya dan termotivasi untuk mempertahankannya.

Peran Guru

Dalam pelaksanaan pendidikan, tiap anak memiliki motivasi (dorongan/alasan) untuk melaksanakan kegiatan. Dalam pendidikan, motivasi yang kuat memudahkan pencapaian tujuan, karena motivasi yang kuat ini melahirkan usaha aktivitas dan minat yang benar dalam mencapai tujuan itu. Motivasi adalah dorongan yang sangat menentukan tingkah laku dan perbuatan manusia. Ia menjadi kunci utama dalam menafsirkan dan melahirkan perbuatan manusia.

Peran yang demikian menentukan ini, dalam konsep Islam disebut sebagai niyyah dan ibadah. Niyyahmerupakan pendorong utama manusia untuk berbuat atau beramal. Sementara ibadah adalah tujuan manusia berbuat atau beramal. Maka, perbuatan manusia berada pada lingkaran niyyah dan ibadah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah menjelaskan bahwa perbuatan sangat ditentukan oleh niyyah.

Peran guru sangat penting dalam mengarahkan dan menjelaskan kepada siswa tentang fungsi dan tujuan adanya penghargaan tersebut. Jangan sampai para siswa dalam menuntut ilmu hanya mengharapkan penghargaan. Penghargaan hanya seperti jembatan: hanya untuk menyeberang menuju tujuan. Dengan begitu, siswa akan paham bahwa yang terpenting adalah bagaimana mereka belajar dengan lebih baik tanpa pamrih.

KESIMPULAN
Penghargaan dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting , karena hal seperti itu sangat memotivasi murid-murid agar belajar lebih giat lagi . manakala seorang siswa mendapatkan penghargaan karena dia berprestasi, tentu semngat belajarnya pun akan meningkat , untuk mempertahankan prestasinya ataupun untuk meningkatkan prestasi yang sudah di dapatnya.




Minggu, 12 November 2017

Finlandia dan Teori Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara

Mengenal Lebih Dekat Sistem Pendidikan Di Finlandia
Salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia adalah Finlandia. Negara kecil di Eropa ini sangat maju.

Yang paling terkenal ke seluruh dunia dari Finlandia adalah ponsel Nokia, game Angry Bird dan pemandangan aurora yang mengagumkan.

Kemajuan negara ini tidak lepas dari peran pemerintah Finlandia yang secara serius ikut serta dalam memajukan sistem pendidikan di negaranya.

Sehingga tak heran jika Finlandia masuk ke dalam 10 besar sistem pendidikan terbaik dunia berdasarkan penilaian OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Nah penasaran bukan bagaimana sistem pendidikan di negeri Angry Bird ini sehingga dikategorikan sebagai sistem pendidikan terbaik di dunia?

Disini Caredoks akan memperkenalkan lebih dekat bagaimana sistem pendidikan di Finlandia yang dirangkum dari Hipwee.


Finlandia dengan sistem pendidikan terbaiknya di dunia
Mungkin kita akan sedikit terkejut dengan sistem pendidikan di Finlandia yang cukup berbeda dari negeri kita dan bahkan ada yang cenderung kebalikan dari pendidikan yang diterapkan di Indonesia.

Inilah beberapa sitem pendidikan yang diterapkan di Finlandia.

1. Anak-Anak Baru Boleh Bersekolah Setelah Berusia 7 Tahun

Berbeda dengan Indonesia yang sekarang ini pada umumnya orang tua sudah sangat sibuk mencari sekolah pre-school atau PAUD saat anak menginjak usia 3/4 tahun, di Finlandia nenurut hukum anak-anak mulai diperbolehkan bersekolah apabila anak sudah menginjak usia 7 tahun.

Alasannya karena pertimbangan mendalam terhadap mental anak-anak untuk belajar.

2. Setiap 45 Menit Belajar Siswa Berhak Mendapatkan 15 Menit Waktu Istirahat

Inilah yang unik dari sistem belajar di Finlandia. Setelah pembelajaran selama 45 menit berakhir, maka siswa berhak untuk mendapatkan waktu 15 menit untuk istirahat.

Mereka beranggapan bahwa kemampuan terbaik siswa untuk bisa membangun fokus dan menyerap ilmu baru akan datang jika ada kesempatan untuk mengistirahatkan otak.

Dan waktu belajar di sekolah Finlandia tidak lebih dari 5 jam sehari.

3. Semua Sekolah Negeri Bebas Biaya dan Sekolah Swasta Diatur Secara Ketat Supaya Tetap Terjangkau

Di Finlandia tidak perlu pusing mencari sekolah, karena disana semua sekolah berkualitas. Tidak ada kompetisi antar sekolah sehingga tidak ada istilah sekolah terbaik.

Semua sekolah negeri gratis dan sekolah swasta pun diatur secara ketat oleh pemerintah supaya biayanya terjangkau dan tidak membebankan.

Bukan hanya biaya pendidikannya saja yang gratis, tetapi pemerintah Finlandia pun menyediakan transpotasi sekolah, makan siang dan biaya kesehatan gratis juga.

4. Pemerintah Membiayai Semua Guru Untuk Mendapatkan Gelar Master

Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan sangatlah penting. Sehingga pemetintah Finlandia memberikan biaya gratis pada semua guru untuk mendapat gelar master.

Dan semua guru mulai SD sampai SMA wajib mendapat gelar master dan thesis yang sudah dipublikasikan.

Selain mendapat biaya pendidikan S2 gratis, gaji guru pun termasuk jajaran pendapatan paling tinggi di Finlandia. Bahkan 2 kali lipatnya dari pendapatan guru di USA.

5. Tidak Ada Ujian Nasional

Tidak ada UN di Finlandia, karena pemerintah percaya bahwa guru lebih paham tentang kurikulum dan cara terbaik menilai murid-muridnya.

Karena sistem pendidikan yang fleksibel inilah sehingga guru bisa mengembangkan potensi siswa-siswinya secara maksimal.

6. Jam Sekolah Lebih Pendek

Selain memiliki waktu istirahat yang panjang, waktu belajar di sekolah pun relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan negara lain, yaitu hanya 4-5 jam per hari.

Dan untuk siswa SMP dan SMA di Finlandia sudah menggunakan sistem pembelajaran layaknya kuliah.

Mereka akan datang dan belajar hanya pada pelajaran yang mereka pilih saja.

7. Tidak Ada Sistem Ranking Atau Peringkat di Sekolah

Tidak ada sistem ranking artinya tidak ada kompetisi antar siswa. Sehingga tidak menimbulkan diskriminasi antara siswa pintar dan kurang pintar. Mereka yakin bahwa semua siswa seharusnya mendapat ranking satu.

Itulah resep rahasia kenapa negara kecil di Eropa ini masuk dalam salah satu negara dengan peringkat sistem pendidikan terbaik dunia.

Mungkin negara kita tidak sepenuhnya bisa meniru sistem pendidikan negara lain.

Tapi setidaknya ini bisa menjadi perbandingan dan pembelajaran antara sistem pendidikan di Indonesia dan sistem pendidikan negara yang mendapat predikat terbaik dunia.


KESAMAAN KONSEP PENDIDIKAN FINLANDIA DAN KI HADJAR DEWANTARA

Terdapat kesamaan antara konsep pendidikan di Finlandia dengan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu.

Ki Hadjar Dewantara (Wikimedia Commons)
Dua tahun silam, dalam pidatonya yang bertajuk “Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia”, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memaparkan adanya kesamaan konsep pendidikan Finlandia dengan konsep pendidikan yang diusung Ki Hadjar Dewantara. 

Ia menuturkan, kesamaan pertama merujuk pada kebijakan pemerintah Finlandia untuk menempatkan standarisasi pendidikan secara proporsional.

Konsep ini sama dengan buah pikiran Ki Hadjar Dewantara dalam buku “Pusara” (1940) yang menyatakan: “Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi.”

Masih merujuk pada buku yang sama, Pusara (1940), terlihat kesamaan lain konsep pendidikan Finlandia dengan Ki Hadjar Dewantara. Pemerintah Finlandia yang menekankan pengaruh besar kesetaraan pada kinerja pendidikan rasanya akan “mengangguk” dengan pernyataan Ki Hadjar Dewantara berikut ini: “Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya.”

Sekitar 78 tahun yang lalu, dalam buku Keluarga, Ki Hadjar Dewantara berpendapat “Anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik ‘mengubah padi menjadi jagung’, atau sebaliknya.” Konsep yang sama jika merujuk pada pandangan pemerintah Finlandia yang menganggap standarisasi kaku dan berlebihan merupakan musuh kreativitas.

Kesamaan yang terakhir muncul dalam Mimbar Indonesia (1948) saat Ki Hadjar Dewantara menganggap “Bermain adalah untutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani.” Secara singkat, Finlandia juga selalu menekankan bahwa anak harus bermain.

Fakta-fakta kesamaan konsep pendidikan Finlandia dengan Ki Hadjar Dewantara inilah yang membuat Anies Baswedan berujar: “Ironis ketika negara lain menerapkan prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu dan sukses meningkatkan kinerja pendidikan mereka... saat kita sendiri semakin terasing dari pemikiran-pemikirannya.”


PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

            Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
            Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
            Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
            Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Menurut tulisan Theo Riyanto, perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas.
            Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
            Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
            Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).
            Teladan sesungguhnya memiliki makna sesuatu dari proses mengajar, hubungan dan interaksi selama proses pendidikan yang kemudian pada hari ini atau masa depan peserta didik menjadi contoh yang selalu di tiru dan di gugu. Jadi guru teladan tidak ada hubungannya dengan sosok guru yang senantiasa menjaga wibawa, menjaga ‘image’ dengan selalu menampilkan dirinya ‘ferfect’ dan ‘penuh aturan’ dan kaku di hadapan peserta didiknya.
            Dalam sebuah proses belajar, sadar atau tidak maka ‘perilaku’ seorang guru akan menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling efektif dan pengaruhnya sangat besar (90%) pada peserta didik. Perilaku inilah yang akan menjadi ‘teladan’ bagi kehidupan social peserta didik. Secara psikologis pengaruh ‘perilaku’ tersebut adalah pengaruh bawah sadar peserta didik, yang akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas dalam ‘bersikap’, ‘bertindak’ atau ‘menilai sesuatu’ pada dirinya maupun orang lain.
            Jika merefleksikan pada motivasi pendidikan Ki hajar Dewantara maka seorang guru yang ingin diteladani haruslah melepaskan ‘trompah’ dari jiwa, sikap, dan perilaku mengajarnya. Guru tidak berangkat dari ‘kepahlawanan’ untuk kemudian ‘mendidik’ tetapi dari mendidiklah kemudian dia layak menjadi ‘pahlawan’ pada hati setiap manusia lain.
            Bagaimana agar ketadanan seorang guru berbuah hal yang baik pada jiwa, sikap dan perilaku peserta didiknya dimasa akan datang, maka seorang guru haruslah ‘profesional’ dalam pengajaran dan hubungan social. Bukan professional ‘to have’ tetapi professional ‘to be’. Bukan professional disebabkan kebendaan (materi) tetapi professional bersumber dari ‘penguasaan diri’, ‘pengabdian’ dan ‘kehormatan’ diri dan bangsanya. Sehingga dalam prosesnya ‘mengajar’ akan menjadi cara hidup seorang guru untuk mencapai kemanfaatan sebanyak-banyaknya melalui ‘pengabdiannya’ dan proses menebarkan ‘kehormatan’ tersebut pada hati, kepala dan pancaindera peserta didiknya.

            Proses memindahkan segala’keteladanan diri’ pengetahuan diri dan perilaku professional seorang guru kepada peserta didik dibutuhkan teknik yang oleh Ki hajar dewantara disebuat ‘among’ mendidik dengan sikap asih, asah dan asuh, dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu ‘mengajar’ tetapi juga mampu ‘mendidik’. Pada posisi inilah guru juga harus mampu menjadi motivator dikelasnya. Mengapa motivator? Karena Motivator memiliki kekuatan sinergis antara mengajar dan mendidik seperti motivasi dari pendidikan KiHajar itu sendiri


PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

Dunia pendidikan kini telah banyak terbius oleh berbagai ajaran-ajaran maupun dogma-dogma dari luar negeri yang diajarkan baik dalam pendidikan formal, non-formal maupun informal.

Kita tidak menyadari bahwa banyak dogma ataupun ajaran tersebut tidak sesuai dengan budaya negeri ini. Padahal negeri kita telah memiliki sejumlah tokoh pengajar dan pendidik yang luar biasa, salah satunya adalah pengajaran bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara.

Bila dicermati, berbagai persoalan sosial yang terjadi sekarang adalah akibat lemahnya sikap toleransi antar sesama masyarakat, menurunnya wibawa pemerintah karena berbagai kebijakannya yang dianggap tidak pro rakyat.

Melemahnya peranan norma dalam mengatur ketertiban masyarakat hingga ketidak percayaan terhadap hukum. Semuanya itu memunculkan berbagai perilaku perilaku anarkis, sadistis, konfrontatif serta berbagai tingkah laku lain yang bertentangan dengan norma sosial, susila, dan agama.

Banyak kalangan yang akhirnya bertanya ”Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil membangun karakter bangsa sebagaimana yang diamanatkan Pancasila, UUD 1945, dan UU NO. 20 Tahun 2003?”.

Membuat orang berkarakter adalah tugas pendidikan. Esensi pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang baik dan berkarakter.

Pengertian baik dan berkarakter mengacu pada norma yang dianut, yaitu nilai-nilai luhur Pancasila yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam harkat dan martabat manusia (HMM). HMM yang mengandung nilai-nilai luhur Pancasila inilah yang menjadi basis pendidikan. Dalam hal ini, paradigma pendidikan yang dikembangkan dan diimplementasikan adalah memuliakan kemanusiaan manusia, yang mana kemanusiaan manusia adalah HMM itu sendiri.

Pendidikan terwujud melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini terjadi tidak hanya sekedar pada tahap transfer pengetahuan (knowledge) semata, melainkan juga pada tahap transfer keterampilan (skill) hingga pada tahap transfer nilai-nilai (values) yaitu nilai-nilai kehidupan pada umumnya dan nilai-nilai spiritual keagamaan. Tahap inilah yang pada akhirnya mengarah kepada pembentukan karakter (character). Pendidikan pada akhirnya adalah pembangunan karakter.

Proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter itu dapat kita implementasikan dari ajaran pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara melalui Trilogi Pendidikan yang diajarkannya, yaitu ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Arti dari semboyan Trilogi pendidikan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

Sudah waktunya guru-guru meninggalkan metode lama mengajar yang hanya sekadar melaksanakan tuntutan tugas dan mengejar target kurikulum semata, sehingga tidak memiliki idealisme menjadi seorang pendidik. Tinggalkan mengajar tanpa dilandasi hakikat dari mengajar itu sendiri.

Guru dituntut untuk kembali seperti yang Ki Hajar Dewantara katakan yakni seorang yang ing ngarso sing tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani. Guru yang bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik.

Aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara di era globalisasi ini untuk membangun karakter bangsa, sudah sangat mendesak diterapkan.

Kalau itu dilakukan, Indonesia akan bebas dari predikat negara terkorup, birokrasi terburuk, dan lainnya, yang kesemuanya itu disebabkan lemahnya sistem pendidikan yang berkarakter budaya Indonesia. Perlu langkah bersama untuk mewujudkannya, sehingga Indonesia berubah jadi bangsa berkarakter tinggi. (di ambil dari berbagai sumber)

Minggu, 22 Oktober 2017

PENDIDIKAN KARAKTER

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

1.      Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2.      Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3.      Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4.      Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

 

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Faktor Pendidikan Karakter
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :
  1. Keteladanan
  2. Intervensi
  3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
  4. Penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur


Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui – nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagai berikut :

1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3. Responsibility  (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4. Fairness  (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.
5. Caring  (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship  (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat,  menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkunganhidup.

Tujuan dan Fungsi Pendidikan karakter

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
  1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
  2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
  3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
    Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.


Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:

  1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
  2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
  3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
  4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.


Minggu, 15 Oktober 2017

PROFESI DI BIDANG KESENIAN

Berikut ini merupakan beberapa contoh profesi yang berhubungan dengan seni, diantaranya :

1. Art Director
Profesi ini akan menuntut Anda menciptakan konsep dan rancangan (design) yang nantinya digunakan untuk berbagai kebutuhan iklan di media cetak, media elektronik, atau pun media outdoor. Para art director sangat ahli dalam membuat konsep yang secara visual bisa menarik perhatian publik, baik dari warna, bentuk, dan konten yang akan disampaikan.

2. Seniman Gerabah
Profesi ini memang tidak mainstream di Indonesia, tetapi cukup menantang untuk mereka yang memiliki bakat membuat gerabah yang bernilai seni tinggi. Apalagi banyak orang yang kini sangat menyukai perlengkapan gerabah untuk pajangan, alat rumah tangga dan lain-lain. Dijamin produk tersebut akan laris manis.

3. Seniman Tattoo
Tattoo merupakan seni masa lalu yang kini makin tren. Memiliki tato sudah lazim plus bagian dari seni dan keindahan.
Untuk mendapatkan tatto bernilai seni yang tinggi dibutuhkan kerja keras seorang seniman tatto. Mereka tidak hanya harus bisa melukis, tetapi juga concern pada detil. Saking seriusnya, seorang seniman tattoo di luar negeri ternyata juga harus mengantongi sertifikat loh.

4. Copy Writer
Profesi yang satu ini mengharuskan Anda bisa menulis dengan estetika tinggi plus bisa mempengaruhi pembacanya. Seorang copy writer sangat dibutuhkan di industri periklanan, perfilman, bahkan bisnis online marketing seperti saat ini. Makin berpengalaman seorang copy writer, maka makin mahal pula bayarannya.

5. Kartunis
Kartunis lebih dikenal sebagai pelukis kartun. Tugasnya memberikan kesan jenaka untuk tujuan menghibur, menyindir atau mengkritik suatu hal yang disampaikan pada pembacanya.
Kartun tersebut diterbitkan secara regular di sebuah media baik yang konvensional mau pun secara digital. Mengunakan kartun juga sering dianggap lebih efektif karena dapat menjangkau media lebih luas dan pembaca yang lebih beragam.
  

6. Kurator Seni
Kurator adalah mereka yang mengurus, mengawasi dan juga ahli dalam hal warisan budaya atau seni. Kurator juga bertugas memilih dan mengurus objek museum dan karya seni yang akan dipamerkan. Tidak heran ada beragam jenis kurator, misalnya kurator spesialisasi lukisan, atau kurator yang ahli untuk benda peninggalan sejarah.
Menjadi kurator ternyata tidak mudah. Anda harus berpendidikan tinggi, minimal doktor atau magister dalam bidang sejarah, seni, arkeologi, dan antropologi.
Bukan hanya ahli soal benda seni dan sejarah, kurator juga harus tahu kode etik dan hukum yang berlaku.

7. Koreografer
Koreografi disebut sebagai komposisi tari yaitu seni merancang alur/struktur sehingga menjadi pola gerakan. Nah, orang yang berprofesi sebagai koreografer bertugas merancang koreografi agar menarik atau gerakannya sesuai dengan musik yang dimainkan.
Meskipun profesi ini khusus untuk tari, namun koreografer juga dibutuhkan dalam aktivitas lain seperti untuk pemadu sorak, marching band, atau opera. 

Minggu, 01 Oktober 2017

SYARAT DAN PENTINGNYA SERTIFIKASI GURU


A.     PENGERTIAN SERTIFIKASI GURU

Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.

Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi professional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon atau guru yang ingin memperoleh pengakuan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya.

Pada hakikatnya, sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.

Karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional:

1.      Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik

2.      Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat

3.      Mampu bekerja untuk mewujudkan tujua pendidikan di sekolah

4.      Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.

B.     PENTINGNYA SERTIFIKASI GURU

Sertifikasi guru sangat penting sekali yaitu untuk pemberdayaan guru menuju guru yang professional. Pemberdayaan guru dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan dikalangan guru dan tenaga kependidikan.

Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan  menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Tujuan sertifikasi menurut Wibowo (2004) adalah sebagai berikut:

  1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan 
  2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan 
  3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-ranbu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten 
  4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan 
  5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan


Adapun manfaat dari sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan adalah sebagai berikut:

1.      Pengawasan mutu
  • Lembaga serifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
  • Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan 
  • Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karir selanjutnya 
  • Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme
2.      Penjaminan mutu
  • Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. 
  • Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan / pengguna yang ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.


Jalal dan Tilaar (2003: 382-391), mengungkapkan bahwa proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekrutmen guru, pembinaan dan peningkatan karir guru.

Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan insentif yang diperoleh. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan pada aspek-aspek kesejahteraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan.

Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

1.      Kesulitan tempat bertugas

2.      Kemampuan, keterampilan, dan kreativitas guru

3.      Fungsi, tugas dan peranan guru di sekolah

4.      Prestasi guru dalam mengajar, menyiakan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing,

Sistem rekrutmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkannya. Pendidikan dan pembinaan tenaga guru dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan, dan pendidikan akta mengajar.


Sertifikasi guru merupakan amanat undang-undang republic Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertumuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel dan symposium.


SYARAT TERBARU SERTIFIKASI GURU MELALUI PLPG TAHUN 2017

Penetapan peserta sertifikasi guru (sergur) tahun 2017 dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) secara berkeadilan, objektif, transparan, kredibel, dan akuntabel. Orientasinya adalah pada peningkatan mutu pendidikan nasional dengan dilaksanakan secara taat azas, terencana, dan sistematis.

Sertifikasi guru tahun 2017 dilaksanakan melalui Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi guru yang diangkat sebelum tahun 2016. Guru yang mengikuti PLPG tahun 2017 harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 29 Tahun 2016 tentang Sertifikasi bagi Guru yang Diangkat Sebelum Tahun 2016.

Syarat sertifikasi guru melalui pola PLPG :  
  1. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV);
  2. Berstatus sebagai guru CPNS, PNS, atau guru tetap;
  3. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);
  4. Terdaftar pada Daftar Pokok Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan
  5. Telah mengikuti Uji Kompetensi Guru (UKG) sebelum PLPG, khusus bagi guru yang diangkat setelah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diberlakukan sampai dengan 31 Desember 2015 memiliki hasil UKG sebelum PLPG dengan nilai paling rendah 55.


Sertifikasi guru melalui pola PLPG diakhiri dengan UKG. Guru yang memiliki nilai UKG pada awal PLPG paling rendah 80 dan memperoleh nilai PLPG paling rendah “baik” akan langsung diberikan sertifikat pendidik tanpa mengikuti UKG pada akhir PLPG. 

Guru dinyatakan lulus UKG pada akhir PLPG jika memperoleh nilai paling rendah 80. Guru yang belum memperoleh nilai 80 dapat mengikuti UKG paling banyak 4 kali dalam jangka waktu 2  tahun setelah melakukan belajar mandiri tanpa mengikuti PLPG lagi.

PLPG diselenggarakan bertahap sampai dengan tahun 2019 oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Kuota peserta sertifikasi setiap tahunnya akan ditentukan oleh Mendikbud. Biaya pelaksanaan PLPG dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).